3 IDIOT [2009]

3 Idiots: Mengupas Makna Pendidikan Yang Sebenarnya


Baru-baru ini, saya menonton sebuah film Bollywood yang tak seperti biasa, berjudul 3 Idiots [1]. Film-film India yang sebelumnya saya ‘remehkan’ karena ceritanya ‘itu-itu aja’ dan pasti banyak nyanyi-goyang ternyata bisa saja tampil beda. Film yang disutradarai oleh Rajkumar Hirani ini menceritakan tiga orang sahabat bernama Rancchoddas “Rancho” Shyamaldas Chanchad (Aamir Khan)Raju Rastogi (Sharman Joshi), dan Farhan Qureshi (R. Madhavan), sebagai mahasiswa di Imperial College of Engineering (ICE). Di dunia nyata kita mengenal India terkenal dengan IIT yang lulusannya 25% bekerja di Amerika, terutama di perusahaan IT ternama di dunia dan sisanya tersebar di belahan dunia lain, termasuk di India sendiri [2, 3] .

SINOPSIS

Film itu berkisah tentang bagaimana tingkah polah tiga mahasiswa itu melawan “pakem” aturan di ICE yang membebani mahasiswa dengan target dan orientasi lulus-kerja-sukses tanpa memperhatikan sisi psikologis dan kecerdasan emosional mahasiswa. Karena tingkah mereka yang di luar standar dan cenderung bandel itulah, semua teman mereka, termasuk Rektor Viru Sahastrabudhhe (Boman Irani) menjuluki tiga anak ini sebagai “anak-anak idiot”. Di kampus itu, persaingan adalah hal yang utama dan wajar. Profesor Viru mencontohkannya dengan sebuah cerita tentang burung Cuckoo yang meletakkan telurnya di sarang burung lain. Saat telur itu menetas, burung Cuckoo akan mendepak telur lain dan merebut sarang burung itu. Prinsip “kompetisi dan bersaing” ditanamkan sedemikian rupa sehingga mahasiswa hanya mengejar nilai dan gelar, tanpa pernah mengerti dan memahami makna “education” yang sesungguhnya.

DOWNLOAD KLIK
ATAU
ATAU 

Di sisi lain, tiga mahasiswa ini mencoba mencari cara lain dalam menjalani hari-harinya sebagai mahasiswa ICE. Pendidikan adalah memahami dan mempraktikkan, tidak sekedar menghafal. Prinsip ini disampaikan secara cerdas oleh aktor Aamir Khan yang memerankan Rancho. Suatu saat, Rancho datang untuk menyampaikan pendapatnya di kantor Profesor Viru. Ia mengkritik sistem pendidikan di ICE yang membuat mahasiswa menjadi kolot dan hanya mementingkan dirinya sendiri. Sang profesor marah dan menyeret Rancho ke sebuah kelas, sambil berkata, “Inilah Rancho. Ia lebih memahami makna engineering daripada semua staf pengajar di sini. Baiklah, silahkan ajari kami tentang engineering”. Sang Profesor duduk di antara mahasiswa lain dan meninggalkan Rancho sendirian di depan kelas. Adegan berlanjut, sampai pada suatu saat dengan gaya jenaka Rancho menjawab,
“Hari ini kita belajar hal baru. Di sebuah sirkus kita melihat, bahwa singa-singa di sana adalah “well-trained”, tapi tidak “well-educated”. Saya tidak akan mengajari Anda tentang engineering karena saya yakin dengan kapabilitas Anda. Tapi saya akan mengajari Anda ‘cara mengajarkan engineering’….”
Kontan saja kalimat ini disambut gelak tawa segenap mahasiswa dan membuat sang profesor cemberut.
Di akhir cerita, kita melihat tiga orang ‘idiot’ ini menjadi orang sukses karena mengikuti kata hati mereka dan memahami bahwa education tidak sekedar nilai dan gelar. Ranco menjadi seorang peneliti kelas dunia yang telah menghasilkan 400 paten (*agak berlebihan sepertinya), Farhan Qureshi menjadi seorang fotografer alam yang buku dan karya fotonya tersebar di seluruh dunia, sedangkan Raju Rastogi sukses bekerja di perusahaan sekaligus menjadi seorang penulis handal.

PELAJARAN PENTING

Film ini adalah adaptasi dari sebuah novel Five Point Someone [4], yang mengupas kelebihan dan kelemahan sistem pendidikan di India dalam bentuk cerita remaja. Film bernada kritis ini, meskipun disuguhkan dalam bentuk komedi dan drama, seolah-olah seperti mengupas praktik nyata di dunia pendidikan kita yang tak jarang memacu mahasiswa hanya untuk sekedar dapat nilai bagus, lulus, kerja, dan kaya tanpa memperdulikan potensi lain yang ada dalam dirinya. Konsep yang me-”rimba” ini hanya akan menguntungkan mereka yang benar-benar kompetitif dan pintar, lalu melumat habis-habis mereka yang sebenarnya cerdas, tapi tidak ditangani dengan sistem yang baik. Di sisi lain, sistem yang hanya mementingkan kompetisi akan membuat mahasiswa tidak pernah berpikir kreatif, karena takut bahwa hasil karyanya tidak sesuai dengan yang diinginkan dosen atau institusi. Demokrasi dalam berpendidikan inilah yang barangkali mengilhami lahirnya konsep SCL (Student Centered Learning).
Pesan lain yang cukup mengena adalah, milikilah kepercayaan terhadap diri sendiri. Sang Sutradara ingin berpesan, “jadilah orang yang memahami kemampuan diri sendiri dan maksimalkan potensi yang ada, niscaya kesuksesan akan menyertai”. Ruh ini benar-benar saya lihat di sistem pendidikan India, dengan maraknya berbagai college paska berdirinya lima IIIT (India Institute of Technology). India, di awal masa kebangkitannya, memang mendapatkan banyak dukungan dari negara donor. Perdana Menteri Pandit Jawaharlal Nehru sangat percaya bahwa India bisa maju dengan teknologi dan untuk mengokohkan idenya, berdirilah lima IIT yang terkenal itu. Kini, India berani mematok target menjadi salah satu negara dengan sistem pendidikan ter-unik dan terbaik. Dengan bekal kemandirian, banyak alumni IIT yang kini menjadi rebutan perusahaan dunia, beberapa di antaranya menjadi vice precident di Microsoft [5]. Paten-paten teknologi pun sedikit demi sedikit muncul dari negara yang sering kita ejek sebagai “negara kumuh” itu. Perlahan, dengan percaya diri dan kesederhanaan gaya hidup, negara ini memiliki harga diri di mata bangsa-bangsa lain [6]. Sebuah pelajaran penting dari adik kita, yang lebih muda dua tahun umurnya dari negara kita [7].

KELEMAHAN

Selain memberikan beberapa kritik dan pelajaran penting seputar dunia pendidikan, film ini juga memiliki beberapa kelemahan. Alur maju mundur yang cukup dominan dirasa agak membingungkan. Pada film-film lain, biasanya ada penanda  apakah adegan itu terjadi di masa lalu atau terjadi saat ini. Di serial TV Heroes yang sempat ditayangkan TransTV [8], penanda itu berupa text “10 Years Ago” saat adegan masa lalu muncul, kemudian “Present Day” saat adegan masa sekarang ditampilkan. Selain itu, penggunaan bahasa India yang bercampur dengan Inggris berlogat India menjadi hal yang cukup menggelikan sekaligus aneh. Untuk film Bollywood dengan judul berbahasa India, penggunaan bahasa India memang sudah menjadi tradisi. Tapi film Bollywood dengan judul berbahasa Inggris seharusnya menyediakan “subtitle” (terjemahan) saat muncul dialog berbahasa India. Beruntunglah, banyak situs-situs yang menyediakan subtitle berbahasa Inggris untuk film-film yang tidak berbahasa Inggris, sehingga saya sangat terbantu untuk bisa tertawa lepas memahami cerita lucu film ini  :).

SOURCE : http://cinemaindo.com/

0 komentar:

Posting Komentar

jika ada yang kurang jelas langsung ajha tanya ke mimin ya.,.,., :) my fb tama ashter soko-tuban

Primbon "mengetahui watak dan karakter seseorang"

PRIMBON™ - Gerbang Dunia Mistik & Alam Gaib

Primbon Jodoh

Numerologi Rahasia Cinta

Nomor Bagua Shuzi

Arsip Blog